Rumah, Tempat Berbagi dan Arsip Digital

Kamis, 26 Januari 2017

Runtuhnya Islam di Andalusia

Tidak ada komentar
Maha besar Allah, tiada yang dapat menuntun saya ketempat ini selain DIA. Tempat dimana rekan" yang selalu mengingatkan tentang sholat. Perusahaan yang membebaskan waktu untuk beribadah, Duha dan tentunya Sholat Wajib. Tempat yang selalu mengadakan pengajian rutin harian, mingguan bahkan bulanan.

Berapa hari yang lalu, alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk mengikuti pengajian mingguan. Materi yang disampaikan adalah tafsir Qur'an Surah Al-baqarah ayat 120 yang artinya:


“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu sebelum kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". dan jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu"


Allah sendirilah yang mengatakan bahwa orang-orang yahudi dan nasrani akan selau membenci islam selama islam itu masih ada, bukti nyata sejarah peradaban islam di Andalusia, 8 Abad berjaya namun pada akhirnya terpuruk hingga habis dilenyapkan oleh orang-orang nasrani.

Kisah Sejarah Islam di Andaluisa inilah yang ingin saya arsipkan di blog ini. Saya tidak banyak menjabarkan tentang tafsir Qura'an Al-baqarah : 120 karna saya bukan ahli tafsir, ada ketertarikan sendiri buat saya untuk lebih banyak mengetahui sejarah islam di andalusia, setelah riset di berbagai sumber inilah sejarah Islam di Andalusia ...

--------------------------------------


Bagi kaum muslimin, negeri Andalusia adalah sepenggal kenangan yang selalu hinggap dalam ingatan. Kenangan tentang betapa kaum muslimin dan risalah Islam yang dibawanya, pernah menguasai sebuah wilayah di benua Eropa selama kurang lebih 800 tahun atau 8 abad lamanya. Sebuah rentang waktu yang cukup lama, dan meninggalkan kesan yang cukup mendalam.
Andalusia, negeri indah dan eksotis, tunduk dalam pemerintahan Islam dari tahun 92 H/711 M hingga tahun 797 H/1492 M. Kekhilafahan Islam dan dinasti-dinasti kaum muslimin, berhasil mengubah wilayah di daratan Eropa itu menjadi simbol kegemilangan peradaban dan kekuatan kaum muslimin. Umat Islam mengisinya dengan tinta emas kejayaan dan keunggulan peradabannya. Ketika wilayah Andalusia, yang saat ini terletak di Spanyol dan sebagian kecil Portugal berada di bawah kekuasaan kaum muslimin, jejak-jejak kecermelangan peradaban mereka menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa.
Bangunan-bangunan dengan estetika dan kemegahan tegak berdiri. Ilmu pengetahuan dan penelitian berkembang pesat. Para sejarawan yang meneliti negeri Andalusia banyak menceritakan bagaimana umat Islam yang bercokol di wilayah itu berhasil memberikan sumbangsih bagi peradaban dan ilmu pengetahuan ke segala penjuru Eropa.
Jika hari ini kita mengenal kota-kota indah seperti Barcelona, Madrid, Valencia, Sevilla, Granada, Malaga, Cordova, dan sebagainya yang hari ini tersohor di sebagai basis klub-klub sepak bola ternama serta menjadi tujuan wisata dunia, maka ketahuilah bahwa pada masa lalu kota-kota tersebut dihuni oleh kaum muslimin, dan berada di bawah pemerintahan Islam.
Namun kejayaan selama kurang lebih delapan abad lamanya, harus berakhir dengan kenangan yang memilukan, ketika Kerajaan Granada yang dipimpin oleh Abu Abdillah Muhammad Ash-Shagir dari Bani Al-Ahmar, berhasil ditaklukkan oleh aliansi kerajaan- Kristen di Andalusia. Granada jatuh ke tangan Kristen pada 1492 M, diirungi dengan derail airmata sang penguasa muslim.
Sambil memandang Istana Al-Hambra yang megah dari atas bukit, Abu Abdillah bin Muhammad sang penguasa Granada, berlinang air mata. Sang ibu, Aisyah Al-Hurrah, yang berdiri di sampingnya, mengatakan, “Kini kau menangis seperti seorang perempuan, padahal kau tak pernah melakukan perlawanan sebagaimana seorang lelaki sejati…
- See more at: https://www.arrahmah.com/rubrik/pelajaran-dari-runtuhnya-andalusia-bermewah-mewahan-sumber-kehancuran.html#sthash.BRWSVNka.dpuf
Bagi kaum muslimin, negeri Andalusia adalah sepenggal kenangan yang selalu hinggap dalam ingatan. Kenangan tentang betapa kaum muslimin dan risalah Islam yang dibawanya, pernah menguasai sebuah wilayah di benua Eropa selama kurang lebih 800 tahun atau 8 abad lamanya. Sebuah rentang waktu yang cukup lama, dan meninggalkan kesan yang cukup mendalam.
Andalusia, negeri indah dan eksotis, tunduk dalam pemerintahan Islam dari tahun 92 H/711 M hingga tahun 797 H/1492 M. Kekhilafahan Islam dan dinasti-dinasti kaum muslimin, berhasil mengubah wilayah di daratan Eropa itu menjadi simbol kegemilangan peradaban dan kekuatan kaum muslimin. Umat Islam mengisinya dengan tinta emas kejayaan dan keunggulan peradabannya. Ketika wilayah Andalusia, yang saat ini terletak di Spanyol dan sebagian kecil Portugal berada di bawah kekuasaan kaum muslimin, jejak-jejak kecermelangan peradaban mereka menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa.
Bangunan-bangunan dengan estetika dan kemegahan tegak berdiri. Ilmu pengetahuan dan penelitian berkembang pesat. Para sejarawan yang meneliti negeri Andalusia banyak menceritakan bagaimana umat Islam yang bercokol di wilayah itu berhasil memberikan sumbangsih bagi peradaban dan ilmu pengetahuan ke segala penjuru Eropa.
Jika hari ini kita mengenal kota-kota indah seperti Barcelona, Madrid, Valencia, Sevilla, Granada, Malaga, Cordova, dan sebagainya yang hari ini tersohor di sebagai basis klub-klub sepak bola ternama serta menjadi tujuan wisata dunia, maka ketahuilah bahwa pada masa lalu kota-kota tersebut dihuni oleh kaum muslimin, dan berada di bawah pemerintahan Islam.
Namun kejayaan selama kurang lebih delapan abad lamanya, harus berakhir dengan kenangan yang memilukan, ketika Kerajaan Granada yang dipimpin oleh Abu Abdillah Muhammad Ash-Shagir dari Bani Al-Ahmar, berhasil ditaklukkan oleh aliansi kerajaan- Kristen di Andalusia. Granada jatuh ke tangan Kristen pada 1492 M, diirungi dengan derail airmata sang penguasa muslim.
Sambil memandang Istana Al-Hambra yang megah dari atas bukit, Abu Abdillah bin Muhammad sang penguasa Granada, berlinang air mata. Sang ibu, Aisyah Al-Hurrah, yang berdiri di sampingnya, mengatakan, “Kini kau menangis seperti seorang perempuan, padahal kau tak pernah melakukan perlawanan sebagaimana seorang lelaki sejati…
- See more at: https://www.arrahmah.com/rubrik/pelajaran-dari-runtuhnya-andalusia-bermewah-mewahan-sumber-kehancuran.html#sthash.BRWSVNka.dpuf

Bagi kaum muslimin, negeri Andalusia adalah sepenggal kenangan yang selalu hinggap dalam ingatan. Kenangan tentang betapa kaum muslimin dan risalah Islam yang dibawanya, pernah menguasai sebuah wilayah di benua Eropa selama kurang lebih 800 tahun atau 8 abad lamanya. Sebuah rentang waktu yang cukup lama, dan meninggalkan kesan yang cukup mendalam.

Andalusia, negeri indah dan eksotis, tunduk dalam pemerintahan Islam dari tahun 92 H/711 M hingga tahun 797 H/1492 M. Kekhilafahan Islam dan dinasti-dinasti kaum muslimin, berhasil mengubah wilayah di daratan Eropa itu menjadi simbol kegemilangan peradaban dan kekuatan kaum muslimin. Umat Islam mengisinya dengan tinta emas kejayaan dan keunggulan peradabannya. Ketika wilayah Andalusia, yang saat ini terletak di Spanyol dan sebagian kecil Portugal berada di bawah kekuasaan kaum muslimin, jejak-jejak kecermelangan peradaban mereka menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa.

Bangunan-bangunan dengan estetika dan kemegahan tegak berdiri. Ilmu pengetahuan dan penelitian berkembang pesat. Para sejarawan yang meneliti negeri Andalusia banyak menceritakan bagaimana umat Islam yang bercokol di wilayah itu berhasil memberikan sumbangsih bagi peradaban dan ilmu pengetahuan ke segala penjuru Eropa.

Jika hari ini kita mengenal kota-kota indah seperti Barcelona, Madrid, Valencia, Sevilla, Granada, Malaga, Cordova, dan sebagainya yang hari ini tersohor di sebagai basis klub-klub sepak bola ternama serta menjadi tujuan wisata dunia, maka ketahuilah bahwa pada masa lalu kota-kota tersebut dihuni oleh kaum muslimin, dan berada di bawah pemerintahan Islam.

Namun kejayaan selama kurang lebih delapan abad lamanya, harus berakhir dengan kenangan yang memilukan, ketika Kerajaan Granada yang dipimpin oleh Abu Abdillah Muhammad Ash-Shagir dari Bani Al-Ahmar, berhasil ditaklukkan oleh aliansi kerajaan- Kristen di Andalusia. Granada jatuh ke tangan Kristen pada 1492 M, diirungi dengan derai airmata sang penguasa muslim.

Sambil memandang Istana Al-Hambra yang megah dari atas bukit, Abu Abdillah bin Muhammad sang penguasa Granada, berlinang air mata. Sang ibu, Aisyah Al-Hurrah, yang berdiri di sampingnya, mengatakan,

 “Kini kau menangis seperti seorang perempuan, padahal kau tak pernah melakukan perlawanan sebagaimana seorang lelaki sejati"


Apa yang Menyebabkan runtuhnya Islam di Andalusia ?

Dari berbagai sumber yang saya baca, salah satu faktor besar yang menyebabkan runtuhnya islam di Andalusia adalah musik (ziryab).

Disebutkan dalam salah satu majelisnya, DR. Raghib As-Sirjani, seorang Sejarwan Islam terkemuka menanyakan kepada hadirin dalam pembahasan sejarah Islam di Spanyol tentang sebuah nama; Ziryab. “Apakah kalian tau siapa itu Ziryab?”, Tanya DR. Raghib kepada hadirin. Lalu kemudian beliau sebutkan bahwa Ziryab adalah salah satu “faktor besar yang menyebabkan kejatuhan peradaban Islam di Spanyol.”

Siapakah Ziryab? Dia adalah seorang penyanyi Baghdad yang besar di sana. Bersama Gurunya, Ibrahim Al-Maushili yang juga guru besar musik, Ziryab dididik menjadi seorang pemusik yang menyanyikan lagu-lagu melenakan di hadapan khalifah di masa itu. Nyanyian yang ia dendangkan semakin hari membuatnya terkenal, sehingga sang Guru, Ibrahim Al-Maushili iri padanya.

Ibrahim Al-Maushili kemudian membuat sebuah rencana dan tekanan kepada Ziryab agar ia pergi dari Baghdad dan tidak lagi menyaingi popularitas gurunya. Berbagai hal ia lakukan sehingga Ziryab putus asa. Ziryab akhirnya melihat keadaan kaum muslimin dari ujung barat sampai ujung timur dan menimbang-nimbang kemana ia akan berpindah. Maka pilihannya jatuh di Andalusia. Sebuah wilayah kaya yang akan menghasilkan banyak uang untuk dirinya.

Akhirnya Ziryab berangkat dari Baghdad menuju Andalusia, berbekal alat musiknya dan pengetahuan tentang hikayat serta syair-syair puitis, ia yakin akan mendapatkan nama besar di Andalusia. Inilah awal-awal masa melenakan bagi Umat Islam.

Sampai di sana, saat itu Negeri Andalusia tak tahu menahu apa itu nyanyian. Ketika Ziryab datang ke sana, Masyarakat takjub padanya dan menyambutnya dengan semarak. Akhirnya sampailah ia di hadapan Khalifah, menyanyikan lagu-lagu terbaiknya, mendatangi pertemuan masyarakat dan bersyair dengan kelihaiannya. Ia keluarkan apa yang ia dapat dari gurunya untuk mendapat popularitas di Andalusia.

Tak hanya nyanyian, Ziryab mulai memasuki babak baru, yaitu mengajarkan not-not nada kepada generasi muda muslimin, hingga menjauhkan mereka dari pelajaran Quran dan ilmu-ilmu agama. Bahkan, ”dia juga mulai mengajarkan seni mode, pakaian musim panas musim dingin musim semi dan musim gugur, bahkan ada model pakaian khusus untuk setiap moment yang bersifat khusus maupun umum”, kata DR. Raghib As-Sirjani dalam ceramah sejarahnya.

Naas, Masyarakat Andalusia semenjak kedatangan Ziryab telah mengganti tradisi keilmuannya dengan budaya syair dan nyanyian. Jumlah penyanyi semakin banyak di Andalusia. Setelah itu, menyebar pula tarian yang pada mulanya hanya di kalangan kaum pria tapi kemudian berpindah kepada kalangan wanita.

Puncaknya, adalah ketika Ziryab memalingkan majelis-majelis ilmu yang diisi para Ulama, menyeret masyarakat untuk lebih mencintai hikayat palsu tentang raja-raja dan lagu-lagu mendayu yang semakin hari semakin tak jelas maknanya. Itulah mengapa DR. Raghib As-Sirjani menyebut Ziryab sebagai “salah satu alasan besar kejatuhan peradaban Islam di Andalusia.”

Adakah Dampak Ziryab Bagi Negeri Muslim Lainnya?

Sejarah mencatat, pengaruh Ziryab dengan lagu-lagunya menyebar di saentero Andalusia, lalu menjadi gelombang melenakan yang terdengar sampai Aljazair, Maroko dan Tunisia. Hari ini, masyarakat di sana lebih mengenal Ziryab daripada Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil yang melegenda atau Abdurrahman Al-Ausath yang mencintai ilmu pengetahuan.

Masyarakat Tunisia, Aljazair dan Maroko juga Spanyol lebih familiar dengan Ziryab daripada mengenal panglima islam yang menorehkan sejarah hebat. Tidak hanya itu, biografinya juga telah diajarkan di sana sebagai salah seorang tokoh pencerahan dan kebangkitan. Ia dipuji karena perlawanannya terhadap kejumudan dan perjuangannya untuk seni. Itulah Ziryab, dengan lagunya, ia melenakan, menjauhkan umat Islam dari Alquran, dan jatuhlah Andalusia sebab ulahnya.

Mengapa Hari Ini Islam Seakan Tak Pernah Ada Di Spanyol?

Hari ini, jumlah kaum muslimin yang tinggal di Spanyol tidak lebih dari 100 ribu orang, terlalu sedikit untuk komunitas muslim dibanding negeri-negeri lainnya di dataran Eropa. Bahkan di sebuah kota di Amerika Serikat saja, bisa ada lebih dari 100 ribu muslim. Mengapa demikian? Seseorang bertanya kepada DR. Raghib Sirjani, kemudian beliau mengulas demikian;

Sesungguhnya penjajahan 2 Kerajaan Kristen -Aragon dan Castillia- atas peradaban Islam di Spanyol adalah penjajahan yang sangat intensif. Berbagai lini diarahkan untuk menjatuhkan peradaban Islam di Andalusia (Spanyol dan Portugal). Mesir pernah dijajah 70 tahun oleh Inggris, Aljazair, Libya, Tunisia juga pernah dijajah berbelas tahun oleh kekuatan Imperialisme, namun mengapa hari ini mereka masih dalam keislaman mereka?

Jawabannya: Karena penjajahan di Spanyol diselesaikan secara menyeluruh oleh tentara, oleh kekejaman dan dengan pemaksaan. Hingga terjadilah di Spanyol saat akhir keruntuhannya di tahun 1492 M, orang-orang Islam memilih menjadi nasrani karena terancam dengan pembunuhan yang keji. Sedangkan dalam imperialisme ala Barat, mereka menjajah tak sepenuhnya dengan militer, mereka juga menggunakan politik kerjasama dan masih menggunakan jalur diplomasi.

Kedua, penjajahan atas peradaban Islam di Spanyol adalah “penjajahan yang membuat lupa”. Mengapa? Karena umat Islam Spanyol yang lari dan hijrah ke Maroko dan Tunisia pasca serangan pasukan Kristen lebih memilik untuk melupakan peristiwa itu tanpa ada keinginan untuk memperjuangkannya. Saat itu keadaan mental masyarakat muslim Andalusia dalam keadaan kritis, disebabkan jauhnya mereka dari Alquran dan sunnah. Hingga akhirnya mereka lebih memilih melupakan Andalusia, daripada merebutnya kembali.

Kesimpulan

Jauhnya Umat Islam pada Alquran, hadist dan ilmu agama, menciptakan generasi rapuh yang terlena dengan lagu-lagu. Mengapa mereka kalah? Bagaimana tidak? Jika Umat ini lebih memilih para Penyanyi sebagai tempat mendengar dan meninggalkan Ulama yang berkewajiban menjaga aqidah umat, itulah tanda runtuhnya peradaban.

Runtuhnya Andalusia menjadi pelajaran penting, bahwa kekuasaan sehebat apapun, jika ia terjerumus dalam gemerlap kemewahan dunia yang melalaikan, akan berakhir dengan keruntuhan. Jika 800 tahun lamanya kekuasaan Islam di Andalusia bisa runtuh dan beralih menjadi imperium Kristen, maka bagaimana dengan Indonesia? Berhati-hatilah…!


SUMBER:  

  • Dakwatuna.Com
  • Arrahmah.Com
  • Fadhilza.com

Tidak ada komentar :

Posting Komentar